/

Polemik Mutasi di Bireuen: Apanya Yang Salah?

Bireuen, Kontras.net | Dalam dua minggu belakangan ramai di perbincangkan di media massa online, khususnya di Kabupaten Bireuen, terhadap Kebijakan Bupati Bireuen Aulia Sofyan melaksanakan Mutasi dan rotasi pejabat eselon II dan III di wilayah tugasnya.

Pro kontra justru tertuju kepada rotasi pejabat sdr. Mulyadi dari staf ahli bidang pemerintahan, hukum dan politik menjadi kepala dinas Pertanian dan pertamanan hortikultura yang konon pernah tersandung masalah.

Berdasarkan hal itu, Redaksi Kontras.net mencoba meminta tanggapan dari Muzakkar A Gani, mantan pejabat karier di Aceh dan juga Bupati/wakil Bupati Bireuen periode 2018-2022.

Terhadap permasalahan ini Muzakkar yang merupakan calon Anggota DPRA Dapil 3 Bireuen nomor Urut 1 dari Partai Demokrat menjelaskan bahwa mutasi, rotasi dan demosi adalah hal biasa dalam administrasi pemerintahan dan merupakan Tour of Duty dalam rangka pembinaan karier aparatur negara, semakin banyak pejabat menduduki jabatan berbeda, sesuai latar pendidikannya, semakin banyak pengalaman untuk menjalankan tugas.

Lebih lanjut jelasnya dalam setiap mutasi pasti ada yang senang kalau dipromosi dan kecewa kalau di rotasi atau bahkan demosi, yang perlu dipahami setiap mutasi pasti sudah melalui proses dan pertimbangan terhadap treck record seorang pejabat.

“Nah di sini perlu kehati-hatian dalam membuat keputusan, tim seleksi harus benar-benar mentrecking latar belakang seorang pejabat dari sisi pengalamannya dan melaporkan kepada Bupati secara utuh. Kadang-kadang seorang pejabat tidak pernah menjadi Kasi atau Sekretaris/Kabid pada suatu dinas tekhnis, tiba-tiba sudah jadi kadis pada dinas tersebut,” katanya kepada Kontras.net.

Hal ini menurutnya, tidak baik bagi kelancaran pelaksanaan tugas. Lalu Muzakkar menjelaskan Berdasarkan pengalamannya dalam admistrasi Kepegawaian, untuk pembinaan ASN ada Daftar Urut Kepangkatan (DUK) ASN di setiap unit lembaga Sekretariat/Dinas/Lembaga Daerah yang bisa melihat jejak perjalanan karier seorang ASN dan itu bisa digunakan sebagai pedoman dalam membuat keputusan.

Namun tak dapat dipungkiri, adanya pengaruh orang lain setiap ada kebijakan mutasi yang menjadi suatu kesulitan sendiri bagi seorang pimpinan dalam membuat keputusan. Ketika Kontras.net menanyakan tentang pejabat salah penempatan yang menjadi polemik di masyarakat.

Muzakkar menyarankan agar setiap mutasi betul-betul melihat Tracks record ASN dan jangan terlalu mengikuti pengaruh kepentingan orang tertentu dan terhadap pejabat yang sudah dilantik.

Namun terjadi pro kontra di kalangan masyarakat terhadap kapasitas pejabat tersebut, masih ada celah untuk dilakukan evaluasi 3 bulan berikutnya setelah pelantikan oleh Bupati sesuai dengan Fakta Integritas yang diucapkan setiap pejabat pada saat mengikuti pelantikan.

“Apabila bersalah kami Bersedia dievaluasi sekurang-kurangnya dalam waktu 3 bulan sejak pelantikan dan bersedia di copot dalam jabatan tanpa menuntut apapun di muka hukum. Memang setiap pembuat keputusan harus belajar dari pengalaman dan setiap kebijakan libatkan semua unsur yg terkait dg kebijakan yang akan diputuskan, sehingga dapat meminimalisir terjadinya kesalahan,” pungkasnya. *****

Bagikan

TINGGALKAN BALASAN

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

TINGGALKAN BALASAN

INDEKS

REKOMENDASI

Terpopuler

1
2
3
4
5

Polemik Mutasi di Bireuen: Apanya Yang Salah?

Bireuen, Kontras.net | Dalam dua minggu belakangan ramai di perbincangkan di media massa online, khususnya di Kabupaten Bireuen, terhadap Kebijakan Bupati Bireuen Aulia Sofyan melaksanakan Mutasi dan rotasi pejabat eselon II dan III di wilayah tugasnya.

Pro kontra justru tertuju kepada rotasi pejabat sdr. Mulyadi dari staf ahli bidang pemerintahan, hukum dan politik menjadi kepala dinas Pertanian dan pertamanan hortikultura yang konon pernah tersandung masalah.

Berdasarkan hal itu, Redaksi Kontras.net mencoba meminta tanggapan dari Muzakkar A Gani, mantan pejabat karier di Aceh dan juga Bupati/wakil Bupati Bireuen periode 2018-2022.

Terhadap permasalahan ini Muzakkar yang merupakan calon Anggota DPRA Dapil 3 Bireuen nomor Urut 1 dari Partai Demokrat menjelaskan bahwa mutasi, rotasi dan demosi adalah hal biasa dalam administrasi pemerintahan dan merupakan Tour of Duty dalam rangka pembinaan karier aparatur negara, semakin banyak pejabat menduduki jabatan berbeda, sesuai latar pendidikannya, semakin banyak pengalaman untuk menjalankan tugas.

Lebih lanjut jelasnya dalam setiap mutasi pasti ada yang senang kalau dipromosi dan kecewa kalau di rotasi atau bahkan demosi, yang perlu dipahami setiap mutasi pasti sudah melalui proses dan pertimbangan terhadap treck record seorang pejabat.

“Nah di sini perlu kehati-hatian dalam membuat keputusan, tim seleksi harus benar-benar mentrecking latar belakang seorang pejabat dari sisi pengalamannya dan melaporkan kepada Bupati secara utuh. Kadang-kadang seorang pejabat tidak pernah menjadi Kasi atau Sekretaris/Kabid pada suatu dinas tekhnis, tiba-tiba sudah jadi kadis pada dinas tersebut,” katanya kepada Kontras.net.

Hal ini menurutnya, tidak baik bagi kelancaran pelaksanaan tugas. Lalu Muzakkar menjelaskan Berdasarkan pengalamannya dalam admistrasi Kepegawaian, untuk pembinaan ASN ada Daftar Urut Kepangkatan (DUK) ASN di setiap unit lembaga Sekretariat/Dinas/Lembaga Daerah yang bisa melihat jejak perjalanan karier seorang ASN dan itu bisa digunakan sebagai pedoman dalam membuat keputusan.

Namun tak dapat dipungkiri, adanya pengaruh orang lain setiap ada kebijakan mutasi yang menjadi suatu kesulitan sendiri bagi seorang pimpinan dalam membuat keputusan. Ketika Kontras.net menanyakan tentang pejabat salah penempatan yang menjadi polemik di masyarakat.

Muzakkar menyarankan agar setiap mutasi betul-betul melihat Tracks record ASN dan jangan terlalu mengikuti pengaruh kepentingan orang tertentu dan terhadap pejabat yang sudah dilantik.

Namun terjadi pro kontra di kalangan masyarakat terhadap kapasitas pejabat tersebut, masih ada celah untuk dilakukan evaluasi 3 bulan berikutnya setelah pelantikan oleh Bupati sesuai dengan Fakta Integritas yang diucapkan setiap pejabat pada saat mengikuti pelantikan.

“Apabila bersalah kami Bersedia dievaluasi sekurang-kurangnya dalam waktu 3 bulan sejak pelantikan dan bersedia di copot dalam jabatan tanpa menuntut apapun di muka hukum. Memang setiap pembuat keputusan harus belajar dari pengalaman dan setiap kebijakan libatkan semua unsur yg terkait dg kebijakan yang akan diputuskan, sehingga dapat meminimalisir terjadinya kesalahan,” pungkasnya. *****

Tag

Bagikan :

TINGGALKAN BALASAN

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

TINGGALKAN BALASAN

REKOMENDASI

Terpopuler

1
2
3
4
5