/

Komisi I DPRA Pertanyakan Rekrutmen PPK dan PPS, Parlok Wajib Tahu!

Banda Aceh, Kontras.net | Komisi I Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Aceh menggelar rapat koordinasi (rakor) terkait kesiapan Komisi Independen Pemilihan (KIP) Aceh dalam menggelar Pemilihan Umum (Pemilu) tahun 2024.

Rakor yang dilaksanakan di ruang Badan Musyawarah (Banmus) DPR Aceh tersebut turut membahas sejumlah persoalan, termasuk terkait dualisme pekerjaan anggota Panitia Pemilihan Kecamatan (PPK) dan PPS.

Rapat koordinasi ini dipimpin langsung Ketua Komisi I DPR Aceh, Iskandar Usman Alfarlaky dan dihadiri jajaran anggota Komisi I seperti Tgk H Irawan Abdullah, S.Ag, Tgk H Attarmizi Hamid, Tezar Azwar, B.Sc., M.Sc, dan Drs H Taufik, MM. Selasa (3/23).

Sementara dari KIP Aceh hadir Ketua Syamsul Bahri, Tharmizi, Tgk Akmal Abzal, Ranisah, Munawarsyah, serta Sekretaris KIP Aceh Mukhtaruddin. Hadir pula dalam rakor tersebut perwakilan Dinas Pemberdayaan Masyarakat Gampong (DPMG) Aceh serta Koordinator Provinsi Program Pembangunan dan Pemberdayaan Masyarakat (P3MD) Aceh Zulfahmi Hasan.

Ketua KIP Aceh, Syamsul Bahri, menyebutkan pihaknya sudah memulai perencanaan pendaftaran partai lokal di Aceh dalam menghadapi Pemilu sejak Juli 2022. Syamsul Bahri mengatakan sebanyak enam partai lokal di Aceh yang dinyatakan lolos sebagai peserta Pemilu 2024. Partai-partai tersebut adalah Partai Aceh, PNA, SIRA, Partai Gabthat, Partai Adil Sejahtera (PAS), dan PDA.

“Hari ini mereka sudah ditetapkan bersama partai nasional sebagai peserta Pemilu 2024,” kata Syamsul Bahri.

Saat ini, kata Syamsul Bahri, pihaknya juga sedang menerima pendaftaran bakal calon Dewan Perwakilan Daerah (DPD).

“Saat ini sedang dilakukan verifikasi oleh sekretariat KIP Aceh dan nanti akan diserahkan untuk verifikasi faktual ke kabupaten/kota,” kata Syamsul Bahri.

KIP Aceh saat ini juga sedang melakukan rekrutmen PPK, serta akan membuka rekrutmen PPS. Menurut Syamsul Bahri dalam UU Nomor 7 tidak disebutkan bahwa anggota PPK dan PPS tersebut harus bekerja penuh waktu. Dia mengatakan berdasarkan UU tersebut, juga tidak ada larangan bagi PNS/ASN serta aparatur desa menjadi anggota PPK dan PPS.

“Mendagri juga sudah menyurati gubernur, bupati dan wali kota melalui surat nomor 900.1.9 untuk meminta dukungan agar perangkat desa, PNS itu, dibolehkan untuk menjadi penyelenggara Pemilu di tingkat desa,” papar Syamsul Bahri menyikapi polemik rekrutmen anggota PPK dan PPS selama ini.

Syamsul Bahri menyebutkan pihaknya tidak dapat menolak pegawai negeri sipil menjadi penyelenggara Pemilu. Apalagi menurutnya penyelenggara Pemilu harus diisi oleh orang-orang yang dapat mengelola kegiatan. “Karena kerja PPK, kerja PPS, kerja KPPS itu sangat berat. Kita harus mencari bukan orang-orang yang pintar, tapi orang yang mampu,” ungkap Syamsul Bahri.

Dari beberapa pelamar bahkan disebutkan ada yang mengaku tidak mampu bekerja penuh waktu di hari pelaksanaan Pemilu, padahal memiliki kemampuan diantara calon pendaftar lainnya. Inilah yang menjadi pertimbangan KIP dalam menerima calon anggota PPK dan PPS.

“Ilham Saputra mantan Ketua KPU, tapi tidak lolos juga di tahapan wawancara. Jadi (pintar) bukan patokan,” kata Syamsul Bahri.

Wakil Ketua Divisi Hukum dan Pengawasan KIP Aceh, Tharmizi, menambahkan terdapat 24 partai nasional dan lokal yang menjadi peserta Pemilu 2024 mendatang. Menurutnya partai terakhir yang ditetapkan menjadi peserta Pemilu adalah Partai Ummat.

Sementara terkait rekrutmen PPK dan PPS, menurut Tharmizi, merupakan wewenang KIP Kabupaten dan Kota. Namun, kata dia, hanya ada dua kabupaten/kota yang menyurati KIP Aceh agar tidak meluluskan ASN dan pegawai kontrak SK Bupati. “Yaitu Simeulue dan Aceh Singkil,” ujar Tharmizi.

Padahal menurutnya, terdapat peserta calon PPK yang mengikuti ujian CAT mendapat nilai tertinggi pada saat tes dilakukan. Namun dikarenakan tidak ada izin dari bupati, maka KIP Aceh kemudian membatalkan peserta tersebut. “Kita menghargai, walaupun dalam UU Nomor 7 di PKPU dan surat edaran PKPU tidak menyatakan ASN/PNS dilarang menjadi PPK dan PPS. Tidak ada larangan di persyaratannya, malah Mendagri meminta agar daerah-daerah yang tidak mencukupi pendaftar PPK, PPS dan KPPS diminta untuk diizinkan ASN atau perangkat desa untuk menjadi penyelenggara,” kata Tharmizi.

Dia menyebutkan kondisi tersebut disebabkan terdapat beberapa daerah tertentu yang tingkat pendidikannya rendah, bahkan untuk setingkat SMA sederajat. Tharmizi mencontohkan salah satu desa di Aceh Besar yang jumlah warga berpendidikan tingkat SMA hanya mencapai 15 orang dengan jumlah pemilih mencapai 100-an orang. “Ketika kita melakukan rekrutmen tidak cukup orang, malah diizinkan dari tetangga gampong atau dari kampus untuk menjadi penyelenggara apabila adanya kekurangan seperti itu,” lanjut Tharmizi.

“Jika memang ada aturan Kementerian Desa yang dilanggar, maka disuruh pilih aja, apakah memilih di perangkat desa atau memilih PPK,” tambahnya lagi.

Hanya 40 Bakal Calon DPD RI Masuk Verifikasi Tahap Pertama

Lebih lanjut, Divisi Teknis dan Penyelenggara KIP Aceh, Munawarsyah mengatakan saat ini pihaknya sedang melakukan tahapan verifikasi terhadap pendaftar calon anggota DPD RI untuk Pemilu 2024. Menurutnya terdapat 56 warga Aceh yang sempat mengisi Sistem Informasi Pencalonan (Silon) DPD beberapa waktu lalu. “Sebanyak 38 orang selesai menginput data dan mengunggah dokumen melalui Silon,” kata Munawarsyah.

Dia menyebutkan pada tahapan Pemilu 2024 ini calon anggota DPD tidak diwajibkan membawa bukti salinan KTP dukungan secara fisik, tetapi cukup meng-upload ke dalam aplikasi Silon. “Jadi dari 38 orang tersebut, hanya 35 orang yang kemudian telah menyerahkan syarat dukungan minimal 2.000 KTP yang tersebar minimal di 12 kabupaten/kota. Sementara tiga orang lagi tidak menyerahkan syarat dukungan minimal, yang dua diantaranya sedang menempuh upaya adjufikasi di Panwas,” ungkap Munawarsyah.

Munawarsyah mengatakan terdapat 11 bakal calon DPD yang menyerahkan bukti dukungan secara fisik. Dari jumlah tersebut, hanya lima orang antaranya yang mampu menyelesaikan menginput data ke dalam Silon sesuai tenggat waktu yang diberikan KPU. “Maka yang berhak masuk dalam verifikasi adminisitrasi untuk calon DPD Aceh berjumlah 40 bakal calon DPD yang saat ini sedang kita lakukan verifikasi tahap pertama,” papar Munawarsyah.

Ketua Komisi I pertanyakan teknis wawancara rekrutmen PPK

Sementara itu, Ketua Komisi I DPR Aceh, Iskandar Usman Farlaky berharap KIP Aceh sebagai mitra kerja terus berkoordinasi dengan pihaknya terkait penyelenggaraan Pemilu 2024. Dalam rakor tersebut, Iskandar turut mempertanyakan soal-soal wawancara yang dinilai tidak memiliki relevansi dengan tugas seorang PPK.

“Di dalam wawancara ditanyakan siapa nama suami, siapa nama camat, siapa nama Kapolsek, siapa yang rekom kamu? Apakah itu juknis yang disampaikan KPU dalam proses wawancara?”

Iskandar mengatakan pihaknya mendapat laporan terkait teknis wawancara seperti ini. Hal tersebut turut menjadi tanda tanya dari pihak Komisi I yang dinilainya tidak memiliki korelasi dengan penyelenggaraan Pemilu. “Ini laporan yang masuk, bukan mengada-ngada,” ungkapnya.

Iskandar mengaku sengaja memanggil TPP Kemendes dalam rakor bersama KIP Aceh untuk mengonfirmasi aturan-aturan soal pendamping desa yang lolos menjadi anggota PPK. Di sisi lain, menurutnya, ada calon peserta yang dinilai profesional dan lulusan S1 justru gagal lolos menjadi anggota PPK.

Dia berharap KIP dapat profesional dalam melaksanakan tahapan Pemilu. Iskandar juga mempertegas surat edaran Kemendagri terutama ayat (3) yang ditujukan kepada gubernur, bupati dan wali kota terkait izin melibatkan ASN atau perangkat desa sebagai penyelenggara Pemilu di daerah tertinggal dan terluar. “Ini bagaimana penjelasannya? Kalau kita pahami ‘terluar’, inikan berarti daerah-daerah terpencil, seperti yang disampaikan tadi tidak ada lulusan SMA di situ,” kata Iskandar lagi.

Di sisi lain, Iskandar juga menekankan adanya UU yang mengatur tentang tidak boleh adanya duplikasi anggaran pada APBN dan APBA, dalam kasus pekerjaan ganda pendamping desa yang lulus PPK. “Bagi KIP tidak masalah, bagi Pendamping Desa bermasalah nggak? Laporan yang masuk ke kami, terdapat sekitar 120 orang tenaga pendamping desa yang lolos menjadi anggota PPK,” tambah Iskandar.

Selanjutnya, Iskandar turut mempertanyakan terkait dugaan permainan dalam verifikasi partai politik nasional serta lokal di Aceh. Dugaan ini menurutnya diterima Komisi I sehingga patut dikonfirmasi langsung ke KIP Aceh.

Sementara itu anggota Komisi I DPR Aceh, Irawan Abdullah, turut menyorot kerja ganda pendamping desa dan PPK. Selain itu, dia juga menyorot tentang adanya perintah secara nasional untuk meloloskan partai politik tertentu dalam tahap verifikasi. “Ini bukan karena cemburu, tapi ke depan supaya tertib,” katanya.

Irawan turut menyoal duplikasi anggaran APBN atau APBA dengan adanya rangkap jabatan bagi PPK yang berasal dari pendamping desa atau perangkat gampong. “Saya berharap proses yang berjalan di Aceh ini dapat menjadi contoh bagi daerah lain,” tambah Irawan.

Anggota Komisi I DPR Aceh, Tezar Azwar dalam rakor tersebut lebih menitikberatkan pada surat yang dikeluarkan bupati Simeulue dan Aceh Singkil, terkait larangan meloloskan ASN atau tenaga kontrak sebagai anggota PPK. Dia juga berharap jika memang masih ada sumber daya manusia yang bisa dilibatkan menjadi penyelenggara Pemilu, maka KIP tidak melibatkan ASN atau perangkat gampong. “Karena ASN itu tugas utamanya ada yang lain di instansi terkait, tak mungkin dia bisa berbagi peran. Jadi saran saya, sebaiknya jangan ASN lah (jadi PPK atau PPS) kecuali memang sangat mendesak,” pungkas Tezar.[]

Bagikan

TINGGALKAN BALASAN

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

TINGGALKAN BALASAN

INDEKS

REKOMENDASI

Terpopuler

1
2
3
4
5

Komisi I DPRA Pertanyakan Rekrutmen PPK dan PPS, Parlok Wajib Tahu!

Banda Aceh, Kontras.net | Komisi I Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Aceh menggelar rapat koordinasi (rakor) terkait kesiapan Komisi Independen Pemilihan (KIP) Aceh dalam menggelar Pemilihan Umum (Pemilu) tahun 2024.

Rakor yang dilaksanakan di ruang Badan Musyawarah (Banmus) DPR Aceh tersebut turut membahas sejumlah persoalan, termasuk terkait dualisme pekerjaan anggota Panitia Pemilihan Kecamatan (PPK) dan PPS.

Rapat koordinasi ini dipimpin langsung Ketua Komisi I DPR Aceh, Iskandar Usman Alfarlaky dan dihadiri jajaran anggota Komisi I seperti Tgk H Irawan Abdullah, S.Ag, Tgk H Attarmizi Hamid, Tezar Azwar, B.Sc., M.Sc, dan Drs H Taufik, MM. Selasa (3/23).

Sementara dari KIP Aceh hadir Ketua Syamsul Bahri, Tharmizi, Tgk Akmal Abzal, Ranisah, Munawarsyah, serta Sekretaris KIP Aceh Mukhtaruddin. Hadir pula dalam rakor tersebut perwakilan Dinas Pemberdayaan Masyarakat Gampong (DPMG) Aceh serta Koordinator Provinsi Program Pembangunan dan Pemberdayaan Masyarakat (P3MD) Aceh Zulfahmi Hasan.

Ketua KIP Aceh, Syamsul Bahri, menyebutkan pihaknya sudah memulai perencanaan pendaftaran partai lokal di Aceh dalam menghadapi Pemilu sejak Juli 2022. Syamsul Bahri mengatakan sebanyak enam partai lokal di Aceh yang dinyatakan lolos sebagai peserta Pemilu 2024. Partai-partai tersebut adalah Partai Aceh, PNA, SIRA, Partai Gabthat, Partai Adil Sejahtera (PAS), dan PDA.

“Hari ini mereka sudah ditetapkan bersama partai nasional sebagai peserta Pemilu 2024,” kata Syamsul Bahri.

Saat ini, kata Syamsul Bahri, pihaknya juga sedang menerima pendaftaran bakal calon Dewan Perwakilan Daerah (DPD).

“Saat ini sedang dilakukan verifikasi oleh sekretariat KIP Aceh dan nanti akan diserahkan untuk verifikasi faktual ke kabupaten/kota,” kata Syamsul Bahri.

KIP Aceh saat ini juga sedang melakukan rekrutmen PPK, serta akan membuka rekrutmen PPS. Menurut Syamsul Bahri dalam UU Nomor 7 tidak disebutkan bahwa anggota PPK dan PPS tersebut harus bekerja penuh waktu. Dia mengatakan berdasarkan UU tersebut, juga tidak ada larangan bagi PNS/ASN serta aparatur desa menjadi anggota PPK dan PPS.

“Mendagri juga sudah menyurati gubernur, bupati dan wali kota melalui surat nomor 900.1.9 untuk meminta dukungan agar perangkat desa, PNS itu, dibolehkan untuk menjadi penyelenggara Pemilu di tingkat desa,” papar Syamsul Bahri menyikapi polemik rekrutmen anggota PPK dan PPS selama ini.

Syamsul Bahri menyebutkan pihaknya tidak dapat menolak pegawai negeri sipil menjadi penyelenggara Pemilu. Apalagi menurutnya penyelenggara Pemilu harus diisi oleh orang-orang yang dapat mengelola kegiatan. “Karena kerja PPK, kerja PPS, kerja KPPS itu sangat berat. Kita harus mencari bukan orang-orang yang pintar, tapi orang yang mampu,” ungkap Syamsul Bahri.

Dari beberapa pelamar bahkan disebutkan ada yang mengaku tidak mampu bekerja penuh waktu di hari pelaksanaan Pemilu, padahal memiliki kemampuan diantara calon pendaftar lainnya. Inilah yang menjadi pertimbangan KIP dalam menerima calon anggota PPK dan PPS.

“Ilham Saputra mantan Ketua KPU, tapi tidak lolos juga di tahapan wawancara. Jadi (pintar) bukan patokan,” kata Syamsul Bahri.

Wakil Ketua Divisi Hukum dan Pengawasan KIP Aceh, Tharmizi, menambahkan terdapat 24 partai nasional dan lokal yang menjadi peserta Pemilu 2024 mendatang. Menurutnya partai terakhir yang ditetapkan menjadi peserta Pemilu adalah Partai Ummat.

Sementara terkait rekrutmen PPK dan PPS, menurut Tharmizi, merupakan wewenang KIP Kabupaten dan Kota. Namun, kata dia, hanya ada dua kabupaten/kota yang menyurati KIP Aceh agar tidak meluluskan ASN dan pegawai kontrak SK Bupati. “Yaitu Simeulue dan Aceh Singkil,” ujar Tharmizi.

Padahal menurutnya, terdapat peserta calon PPK yang mengikuti ujian CAT mendapat nilai tertinggi pada saat tes dilakukan. Namun dikarenakan tidak ada izin dari bupati, maka KIP Aceh kemudian membatalkan peserta tersebut. “Kita menghargai, walaupun dalam UU Nomor 7 di PKPU dan surat edaran PKPU tidak menyatakan ASN/PNS dilarang menjadi PPK dan PPS. Tidak ada larangan di persyaratannya, malah Mendagri meminta agar daerah-daerah yang tidak mencukupi pendaftar PPK, PPS dan KPPS diminta untuk diizinkan ASN atau perangkat desa untuk menjadi penyelenggara,” kata Tharmizi.

Dia menyebutkan kondisi tersebut disebabkan terdapat beberapa daerah tertentu yang tingkat pendidikannya rendah, bahkan untuk setingkat SMA sederajat. Tharmizi mencontohkan salah satu desa di Aceh Besar yang jumlah warga berpendidikan tingkat SMA hanya mencapai 15 orang dengan jumlah pemilih mencapai 100-an orang. “Ketika kita melakukan rekrutmen tidak cukup orang, malah diizinkan dari tetangga gampong atau dari kampus untuk menjadi penyelenggara apabila adanya kekurangan seperti itu,” lanjut Tharmizi.

“Jika memang ada aturan Kementerian Desa yang dilanggar, maka disuruh pilih aja, apakah memilih di perangkat desa atau memilih PPK,” tambahnya lagi.

Hanya 40 Bakal Calon DPD RI Masuk Verifikasi Tahap Pertama

Lebih lanjut, Divisi Teknis dan Penyelenggara KIP Aceh, Munawarsyah mengatakan saat ini pihaknya sedang melakukan tahapan verifikasi terhadap pendaftar calon anggota DPD RI untuk Pemilu 2024. Menurutnya terdapat 56 warga Aceh yang sempat mengisi Sistem Informasi Pencalonan (Silon) DPD beberapa waktu lalu. “Sebanyak 38 orang selesai menginput data dan mengunggah dokumen melalui Silon,” kata Munawarsyah.

Dia menyebutkan pada tahapan Pemilu 2024 ini calon anggota DPD tidak diwajibkan membawa bukti salinan KTP dukungan secara fisik, tetapi cukup meng-upload ke dalam aplikasi Silon. “Jadi dari 38 orang tersebut, hanya 35 orang yang kemudian telah menyerahkan syarat dukungan minimal 2.000 KTP yang tersebar minimal di 12 kabupaten/kota. Sementara tiga orang lagi tidak menyerahkan syarat dukungan minimal, yang dua diantaranya sedang menempuh upaya adjufikasi di Panwas,” ungkap Munawarsyah.

Munawarsyah mengatakan terdapat 11 bakal calon DPD yang menyerahkan bukti dukungan secara fisik. Dari jumlah tersebut, hanya lima orang antaranya yang mampu menyelesaikan menginput data ke dalam Silon sesuai tenggat waktu yang diberikan KPU. “Maka yang berhak masuk dalam verifikasi adminisitrasi untuk calon DPD Aceh berjumlah 40 bakal calon DPD yang saat ini sedang kita lakukan verifikasi tahap pertama,” papar Munawarsyah.

Ketua Komisi I pertanyakan teknis wawancara rekrutmen PPK

Sementara itu, Ketua Komisi I DPR Aceh, Iskandar Usman Farlaky berharap KIP Aceh sebagai mitra kerja terus berkoordinasi dengan pihaknya terkait penyelenggaraan Pemilu 2024. Dalam rakor tersebut, Iskandar turut mempertanyakan soal-soal wawancara yang dinilai tidak memiliki relevansi dengan tugas seorang PPK.

“Di dalam wawancara ditanyakan siapa nama suami, siapa nama camat, siapa nama Kapolsek, siapa yang rekom kamu? Apakah itu juknis yang disampaikan KPU dalam proses wawancara?”

Iskandar mengatakan pihaknya mendapat laporan terkait teknis wawancara seperti ini. Hal tersebut turut menjadi tanda tanya dari pihak Komisi I yang dinilainya tidak memiliki korelasi dengan penyelenggaraan Pemilu. “Ini laporan yang masuk, bukan mengada-ngada,” ungkapnya.

Iskandar mengaku sengaja memanggil TPP Kemendes dalam rakor bersama KIP Aceh untuk mengonfirmasi aturan-aturan soal pendamping desa yang lolos menjadi anggota PPK. Di sisi lain, menurutnya, ada calon peserta yang dinilai profesional dan lulusan S1 justru gagal lolos menjadi anggota PPK.

Dia berharap KIP dapat profesional dalam melaksanakan tahapan Pemilu. Iskandar juga mempertegas surat edaran Kemendagri terutama ayat (3) yang ditujukan kepada gubernur, bupati dan wali kota terkait izin melibatkan ASN atau perangkat desa sebagai penyelenggara Pemilu di daerah tertinggal dan terluar. “Ini bagaimana penjelasannya? Kalau kita pahami ‘terluar’, inikan berarti daerah-daerah terpencil, seperti yang disampaikan tadi tidak ada lulusan SMA di situ,” kata Iskandar lagi.

Di sisi lain, Iskandar juga menekankan adanya UU yang mengatur tentang tidak boleh adanya duplikasi anggaran pada APBN dan APBA, dalam kasus pekerjaan ganda pendamping desa yang lulus PPK. “Bagi KIP tidak masalah, bagi Pendamping Desa bermasalah nggak? Laporan yang masuk ke kami, terdapat sekitar 120 orang tenaga pendamping desa yang lolos menjadi anggota PPK,” tambah Iskandar.

Selanjutnya, Iskandar turut mempertanyakan terkait dugaan permainan dalam verifikasi partai politik nasional serta lokal di Aceh. Dugaan ini menurutnya diterima Komisi I sehingga patut dikonfirmasi langsung ke KIP Aceh.

Sementara itu anggota Komisi I DPR Aceh, Irawan Abdullah, turut menyorot kerja ganda pendamping desa dan PPK. Selain itu, dia juga menyorot tentang adanya perintah secara nasional untuk meloloskan partai politik tertentu dalam tahap verifikasi. “Ini bukan karena cemburu, tapi ke depan supaya tertib,” katanya.

Irawan turut menyoal duplikasi anggaran APBN atau APBA dengan adanya rangkap jabatan bagi PPK yang berasal dari pendamping desa atau perangkat gampong. “Saya berharap proses yang berjalan di Aceh ini dapat menjadi contoh bagi daerah lain,” tambah Irawan.

Anggota Komisi I DPR Aceh, Tezar Azwar dalam rakor tersebut lebih menitikberatkan pada surat yang dikeluarkan bupati Simeulue dan Aceh Singkil, terkait larangan meloloskan ASN atau tenaga kontrak sebagai anggota PPK. Dia juga berharap jika memang masih ada sumber daya manusia yang bisa dilibatkan menjadi penyelenggara Pemilu, maka KIP tidak melibatkan ASN atau perangkat gampong. “Karena ASN itu tugas utamanya ada yang lain di instansi terkait, tak mungkin dia bisa berbagi peran. Jadi saran saya, sebaiknya jangan ASN lah (jadi PPK atau PPS) kecuali memang sangat mendesak,” pungkas Tezar.[]

Tag

Bagikan :

TINGGALKAN BALASAN

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

TINGGALKAN BALASAN

REKOMENDASI

Terpopuler

1
2
3
4
5