Kontras.net- Aceh Utara | Seorang wartawan Media Online harian RI, Muhammad Fadli dilaporkan ke polisi setelah menulis berita dugaan oknum Camat di Aceh Utara Berpoligami dan menelantarkan istri ke dua.
Muhammad Fadli dilaporkan ke Polres Aceh Utara atas dugaan pemberitaan oknum Camat berpoligami di Aceh Utara yang diterbitkan oleh media online harian-Ri, pada tanggal 26 Juni 2022 lalu.
Pimpinan Redaksi Haran-RI, Dimas dalam keterangan tertulisnya kepada mataaceh.com. Mengatakan kalau wartawan Harian RI dilaporkan ke Polres Aceh Utara terkait pemberitaan. ” Muhammad Fadly sudah menerima surat panggilan polisi polres Aceh Utara dengan Nomor: B/ 90 / VIII / Res 1.14 /2022/ Reskrim dalam Hal undangan klarifikasi terkait pemberitaan di Media harian-Ri,” ucapnya.
Diman mengatakan sebenarnya kalau wartawan dilaporkan ke Polres Aceh Utara terkait pemberitaan dugaan oknum camat berpoligami sangat tidak tepat, . “Karna baru sebatas dugaan dan menurut Etika menulis dan kode etik jurnalistik sudah sesuai dengan tidak menyebutkan nama lengkap, alamat berdomisili dan tempat camat itu bertugaa” ucapnya.
Perlu diketahui, kata Dimas, Produk jurnalis pemberitaan yang dikomplain tersebut datanya dari sumber yang bisa di percaya, dan sudah menjadi buah bibir di masyarakat Aceh Utara, terkait dengan peristiwa seorang oknum camat berpoligami tersebut.
” Jadi tidak benar kalau disebutkan bahwa beritanya itu merupakan berita hoaks apalagi di sebut fitnah, dan dimana duduk perkara, sehingga bisa di laporkan, sebagai pencemaran nama baik orang lain.” papar Dimas.
Dimas juga menyinggung, Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 45 Tahun 1990 tentang Perubahan Atas PP Nomor 10 Tahun 1983 tentang Izin Perkawinan dan Perceraian bagi Pegawai Negeri Sipil (PNS). Bagi pria PNS yang melakukan berpoligami, akan di berikan sangsi yakni: seperti penurunan jabatan setingkat lebih rendah selama 12 bulan; pembebasan dari jabatannya menjadi jabatan pelaksana selama 12 bulan; dan. pemberhentian dengan hormat tidak atas permintaan sendiri.
Seharusnya, jelas Dimas, laporan dan pengaduan yang dilakukan oleh sipelapor mengacu pada Nota Kesepahaman Dewan Pers dan Kepolisian RI Nomor 2/DP/MoU/II/2017, Nomor B/15/II/2017 tentang Koordinasi dalam Perlindungan Kemerdekaan Pers dan Penegakan Hukum Terkait Penyalahgunaan Profesi Wartawan.
Apabila, Kepolisian RI menerima laporan masyarakat (dalam hal ini Polres Aceh Utara) terkait adanya dugaan tindak pidana di bidang pers maka terlebih dahulu dilakukan penyelidikan dan hasilnya dikoordinasikan dengan Dewan Pers untuk menyimpulkan perbuatan tersebut adalah tindak pidana atau pelanggaran Kode Etik Jurnalistik (Pasal 5 ayat (2).
Sementara itu Kuasa Hukum M Fadly, H A Muthallib Ibr, SE,.SH,.M.SI,.M.Kn, dari Yayasan Advokasi Rakyat Aceh ( YARA) Perwakilan Langsa kepada Wartawan Jumat (5/8/2022) menyebutkan kita tetap menghadiri undangan Polres Aceh Utara, untuk penjelasan berita yang yang di tulis oleh Wartawan, “kita harus minta hak jawab oknum Camat juga, untuk menguji sebuah berita yang di tayangkan oleh media, ujar H Thallib.
H Thallib yang juga mantan Wakil Ketua PWI Aceh, meminta kepada pihak Kepolisian agar kasus kasus seperti ini di gunakan UUD pokok Pers tahun no.40 tahun 1999, dan harus dilaporkan ke Dewan Pers.
“Banyak Wartawan yang di laporkan oleh pejabat ke pihak kepolisian, kita minta pihak polisi harus lebih hati hati menerima laporan sengketa Pers, kasus M Fadly adalah kasus sengketa Pers, harus di uji petik dengan UUD pokok Pers, jangan asal jerat dengan UUD ITE,,”ujar H Thallib yang juga Dosen Fakultas Hukum Unsam.