LHOKSEUMAWE, KONTRAS.NET | Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait minimal batas usia capres-cawapres sangatlah inkonstitusional yang menyimpang dari konstitusi negara.
Menyalahgunakan konstitusi untuk kepentingan pribadi atau sekelompok. Maka dengan itu, Ini menjadi poin besar tanda hancurnya Norma hukum dan nilai-nilai demokrasi di Indonesia. Hal itu merujuk pada putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 90/PUU-XXI/2023. Senin, (13/11/2023).
Bendahara Umum HMI Cabang Lhokseumawe-Aceh Utara, Aris Munandar, mengatakan Perlu kita ketahui, putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 90/PUU-XXI/2023 terhadap permohonan pengujian undang-undang (judicial review) mengenai Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 Tentang Pemilihan Umum Pasal 169 huruf q yang mengatur batas minimal usia calon presiden dan wakil presiden bertentangan dengan konstitusi negara. Ujar nya
“Karna seyogya nya pada putusan tersebut banyak terjadi nya kontroversial, dari pemohonan yang tidak punya legal standing hingga dissenting opinion hakim konstitusi. Padahal sebelum nya, Mahkamah Konstitusi (MK) telah mengabulkan penarikan kembali permohonan uji materi dari para pemohon. Sehingga MK menyatakan para pemohon tidak dapat mengajukan kembali permohonan a quo.” Ujar nya
Aris Munandar, menyebutkan Dengan melihat dari sisi aspek landasan hukum dan nilai-nilai demokrasi, putusan Mahkamah Konstitusi tentang batas minimal usia capres-cawapres sangat cenderung kepada pengkhianatan konstitusi negara. Padahal peran Mahkamah Konstitusi (MK) sangat dibutuhkan di tengah era kemunduran penegakan hukum untuk mempertahankan demokrasi konstitusional tetap berjalan. Ungkap nya
“Menurut Aris Munandar, Apalagi dengan putusan Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) bahwa ketua MK Anwar usman di berhentikan dari jabatan nya, akibat keputusan MK pada masa Anwar Usman berpotensi melanggar konstitusi dan melanggar asas penyelenggaraan kekuasaan kehakiman sebagaimana dimaksud di dalam Undang-Undang No. 48 Tahun 2009 Tentang Kekuasaan Kehakiman pasal 17 ayat 3, 4, dan ayat 5, sehingga berdasarkan ketentuan pasal 17 ayat 6 dan ayat 7, putusan MK itu menjadi tidak sah dengan segala akibat hukumnya.”
Aris munandar, menilai Pasangan salah satu capres-cawapres di warnai pro-kontra dan juga pelanggaran etik. Dengan adanya, penggunaan otoritas kekuasaaan untuk melakukan upaya-upaya mengintervensi, bahkan mengintimidasi Mahkamah Konstitusi atau menutupi kesalahan dan pelanggaran. Sehingga, hal itu dapat melemahkan Mahkamah Konstitusi (MK) dan menghancurkan sistem demokrasi sebuah negara. Ujarnya
Mengutip perkataan Tom Ginsburg, Guru Besar Hukum Internasional dan Ilmu Politik Universitas Chicago, AS ”Di era kemunduran demokrasi, dalam sistem yang buruk, kamu butuh keadilan konstitusional yang kuat. Kamu butuh pengadilan yang dapat memberikan kata akhir sesuai dengan hukum yang berlaku,” tutup nya.