/

Pemerintah dan DPRA Dinilai Gagal Jalankan Butir-Butir MOU, Rakyat Aceh Diminta Buat Gerakan

Lhokseumawe | Pemerintah dan Dewan perwakilan Aceh (DPRA) dinilai gagal menjalankan inflimentasi butir-butir MOU Helsingki hal itu disampaikan oleh Isbahannur Presidium Gerakan 2023 (G23) pada konferensi pers di Shaka coffee Lhokseumawe, Selasa 15 Agustus 2023.

Dalam realisasi perdamaian Aceh melalui Perjanjian Damai yang dikemas dengan nama MoU Helsinki kami nilai telah gagal diaktualisasikan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara,

“Hal ini disebabkan karena tidak adanya political will dari para pihak dalam konsensus kesepakatan damai yang telah disepakati di Helsinki, dalam hal ini dapat dilihat dari implementasi butir-butir MoU Helsinki yang secara hukum positif telah menjelma menjadi UU No. 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh. Banyak klausul pasal yang tidak direalisasi, terutama menyangkut penyelenggaraan kesejahteraan rakyat Aceh.”jelasnya

Selanjutnya ia mengkatakan Pemerintah Aceh dan DPRA tidak peduli terhadap korban pelanggaran HAM di Aceh melalui lembaga Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi (KKR) Aceh yang telah diberi mandat dalam menyelenggarakan proses rekonsilisasi, reparasi dan rehabilitasi korban.

“Penyelenggaraan KKR Aceh dalam rangka mewujudkan keadilan dan kesejahteraan bagi korban konflik dan korban pelanggaran HAM yg selama ini hidup dibawah garis kemiskinan belum terlaksana sebagaimana yang diharapkan. Untuk itu, Pemerintah Aceh harus segera mengevaluasi Lembaga KKR Aceh karena kami nilai tidak memiliki kompetensi dalam menjalankan tupoksi sesuai amanah Qanun KKR Aceh yang telah dibentuk.” ujarnya

Isbahannur melanjutkan Reumoh Geudong idealnya dijadikan sebagai tempat destinasi Sejarah pelanggaran HAM berat di Aceh guna menjadi pengingat untuk generasi selanjutnya agar tidak terulang peristiwa di masa depan malah dijadikan sebagai destinasi wisata yang tidak memiliki nilai apapun dalam konteks ini,

hal ini mengindikasikan adanya upaya pelenyapan memori dan bukti sejarah pelanggaran HAM berat di masa lalu, harusnya upaya nonyudisial tidak serta merta dibarengi dengan menghilangkan situs sejarah yang seharusnya di pugar demi merawat ingatan agar peristiwa serupa tidak terulang. Untuk itu kami menolak upaya pemerintah pusat melaksanakan hal tersebut.

Baca Juga :  Special Dakwah Road To Cafe, Bertajuk 'Ngopi' Ngobrol Perkara Iman Hadirkan Pemateri Dandim 0103/Aut Dan Ketua IKAT Lhokseumawe

“Kita Mendesak Pemerintah Aceh untuk tidak menjalankan program pemiskinan dan pembodohan struktural di Aceh melalui program-program yang tidak menyentuh akar persoalan di masyarakat baik secara ekonomi, pendidikan, kesehatan dan sosial.”tuturnya

Dirinya menyebutkan sebanyak 4 rapot merah yang diperoleh Pemerintah Aceh dari pusat yaitu kemiskinan, pengangguran, stunting dan inflasi harusnya bisa menjadi bahan evaluasi, kalau tidak mampu memimpin Aceh sebaiknya mundur secara ksatria. Bukan malah ingin terus berkuasa demi kepentingan oligarki.



“Kami merekomendasikan kepada rakyat Aceh untuk bersatu turun gunung membuat gerakan berbasis sebagai wadah berekpresi untuk melawan kebijakan merugikan kita semua rakyat Aceh,” sarannya.

Bagikan

TINGGALKAN BALASAN

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

TINGGALKAN BALASAN

INDEKS

REKOMENDASI

Terpopuler

1
2
3
4
5

Pemerintah dan DPRA Dinilai Gagal Jalankan Butir-Butir MOU, Rakyat Aceh Diminta Buat Gerakan

Lhokseumawe | Pemerintah dan Dewan perwakilan Aceh (DPRA) dinilai gagal menjalankan inflimentasi butir-butir MOU Helsingki hal itu disampaikan oleh Isbahannur Presidium Gerakan 2023 (G23) pada konferensi pers di Shaka coffee Lhokseumawe, Selasa 15 Agustus 2023.

Dalam realisasi perdamaian Aceh melalui Perjanjian Damai yang dikemas dengan nama MoU Helsinki kami nilai telah gagal diaktualisasikan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara,

“Hal ini disebabkan karena tidak adanya political will dari para pihak dalam konsensus kesepakatan damai yang telah disepakati di Helsinki, dalam hal ini dapat dilihat dari implementasi butir-butir MoU Helsinki yang secara hukum positif telah menjelma menjadi UU No. 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh. Banyak klausul pasal yang tidak direalisasi, terutama menyangkut penyelenggaraan kesejahteraan rakyat Aceh.”jelasnya

Selanjutnya ia mengkatakan Pemerintah Aceh dan DPRA tidak peduli terhadap korban pelanggaran HAM di Aceh melalui lembaga Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi (KKR) Aceh yang telah diberi mandat dalam menyelenggarakan proses rekonsilisasi, reparasi dan rehabilitasi korban.

“Penyelenggaraan KKR Aceh dalam rangka mewujudkan keadilan dan kesejahteraan bagi korban konflik dan korban pelanggaran HAM yg selama ini hidup dibawah garis kemiskinan belum terlaksana sebagaimana yang diharapkan. Untuk itu, Pemerintah Aceh harus segera mengevaluasi Lembaga KKR Aceh karena kami nilai tidak memiliki kompetensi dalam menjalankan tupoksi sesuai amanah Qanun KKR Aceh yang telah dibentuk.” ujarnya

Isbahannur melanjutkan Reumoh Geudong idealnya dijadikan sebagai tempat destinasi Sejarah pelanggaran HAM berat di Aceh guna menjadi pengingat untuk generasi selanjutnya agar tidak terulang peristiwa di masa depan malah dijadikan sebagai destinasi wisata yang tidak memiliki nilai apapun dalam konteks ini,

hal ini mengindikasikan adanya upaya pelenyapan memori dan bukti sejarah pelanggaran HAM berat di masa lalu, harusnya upaya nonyudisial tidak serta merta dibarengi dengan menghilangkan situs sejarah yang seharusnya di pugar demi merawat ingatan agar peristiwa serupa tidak terulang. Untuk itu kami menolak upaya pemerintah pusat melaksanakan hal tersebut.

Baca Juga :  Polantas Lhokseumawe Latih Siswa SPN Polda Aceh Tentang Penanganan Laka Lantas

“Kita Mendesak Pemerintah Aceh untuk tidak menjalankan program pemiskinan dan pembodohan struktural di Aceh melalui program-program yang tidak menyentuh akar persoalan di masyarakat baik secara ekonomi, pendidikan, kesehatan dan sosial.”tuturnya

Dirinya menyebutkan sebanyak 4 rapot merah yang diperoleh Pemerintah Aceh dari pusat yaitu kemiskinan, pengangguran, stunting dan inflasi harusnya bisa menjadi bahan evaluasi, kalau tidak mampu memimpin Aceh sebaiknya mundur secara ksatria. Bukan malah ingin terus berkuasa demi kepentingan oligarki.



“Kami merekomendasikan kepada rakyat Aceh untuk bersatu turun gunung membuat gerakan berbasis sebagai wadah berekpresi untuk melawan kebijakan merugikan kita semua rakyat Aceh,” sarannya.

Tag

Bagikan :

TINGGALKAN BALASAN

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

TINGGALKAN BALASAN

REKOMENDASI

Terpopuler

1
2
3
4
5