Banda Aceh – Menyambut hari ulang tahun (HUT) ke-77 Bhayangkara, Polda Aceh berharap moderasi beragama dapat dilakukan sebagai solusi dan kunci penting menciptakan kehidupan yang rukun, damai, serta keseimbangan, baik dalam kehidupan pribadi, keluarga, bermasyarakat, bernegara, maupun dalam beragama.
Oleh karena itu, pada momen Hari Bhayangkara, Polda Aceh melalui Biro SDM akan me-revitalisasi situs budaya dan agama agar tidak mengalami degradasi/penurunan kualitas, potensi, fisik, dan nilai keindahan oleh berbagai penyebab kerusakan.
Karo SDM Polda Aceh Kombes Fajar Budiyanto mengatakan, situs budaya dan agama yang menjadi target revitalisasi pada momen Hari Bhayangkara tahun 2023 adalah Makam Syiah Kuala dan Masjid Baiturrahim Ule Lheue.
Kata Fajar, bentuk kegiatan revitalisasi tersebut adalah dengan membersihkan dan melakukan pembenahan situs budaya/agama dan tidak merubah bentuk dasar situs—hanya pembenahan lokasi, tanaman, serta taman, termasuk pemasangan tenda taman.
Selain itu, sambungnya, Biro SDM juga akan merenovasi situs budaya/agama—perbaikan pos keamanan, perbaikan atap bangunan, penambahan lampu penerangan, dan rambu-rambu situs agar memudahkan masyarakat saat mengunjunginya. Selain itu juga merenovasi lapak pedagang kaki lima dan pengecetan pagar.
“Revitalisasi ini untuk
mendukung iklim usaha mikro kecil dan menengah (UMKM) yang sehat agar dapat meningkatkan pariwisata di situs budaya/agama. Selain itu juga bertujuan merawat kebhinnekaan dalam bingkai persatuan dan kesatuan bangsa,” kata Fajar Budiyanto, dalam keterangannya di Polda Aceh, Senin, 19 Juni 2023.
“Pada Hari Bhayangkara tahun 2023 Biro SDM Polda Aceh melakukan renovasi terhadap Makam Syiah Kuala dan Masjid Baiturrahim dengan cara melakukan revitalisasi sehingga akan membentuk keindahan dan kenyamanan, serta dapat meningkatkan perekonomian rakyat,” tambah Fajar.
Untuk diketahui, Makam Syiah Kuala merupakan makam dari seorang ulama kharismatik di Aceh dan cukup ahli dalam bidang hukum. Yang bersangkutan juga pernah menjadi mufti agung pada kerajaan Aceh Darussalam.
Makam yang terletak di Gampong Deah Raya, Kecamatan Syiah Kuala, Kota Banda Aceh tersebut banyak didatangi oleh peziarah baik lokal maupun mancanegara.
Untuk sampai ke makam itu membutuhkan waktu sekitar 15 menit dengan menempuh jarak kurang lebih 8 kilometer dari pusat Kota Banda Aceh. Pengunjung yang datang sangatlah ramai, Pada hari biasa, penziarah capai 200 orang yang berkunjung ke Makam Syiah Kuala.
Selanjutnya, Masjid Baiturrahim merupakan peninggalan Kesultanan Aceh. Masjid ini didirikan sekitar abad ke-17 dengan sebutan Masjid Jami’ Ulee Lheue (dibaca “olele” dalam dialek Belanda). Saat Masjid Baiturrahman dibakar oleh pasukan Belanda pada tahun 1873, warga Banda Aceh berbondong-bondong melaksanakan saalat Jumat di masjid ini. Diperkirakan mulai saat itulah “baiturrahim” menjadi nama masjid ini.
Pada tanggal 26 Desember 2004, gelombang raksasa setinggi 21 meter menghantam pesisir utara Banda Aceh. Kawasan Ulee Lheue yang berada persis di tepi laut menjadi salah satu wilayah yang paling parah terkena dampak. Nyaris semua bangunan di wilayah ini rata dengan tanah atau hanyut terhempas gelombang ke arah pusat Kota Banda Aceh—beserta ribuan jiwa yang menjadi korban.
Ketika bencana tsunami itu terjadi, masjid ini tetap kokoh berdiri di tengah hamparan puing bangunan sekitarnya yang telah hancur. Hanya sebagian kecil bangunan yang mengalami kerusakan akibat bencana alam tersebut.