Lhokseumawe -Biasanya warung kopi dijadikan sebagai tempat alternatif untuk “nongkrong”, berkumpul, silaturahmi bersama kolega sambil mengerjakan tugas, membahas suatu persoalan, bermain game digital, dan melakukan aktivitas lainnya.
Lantas, bagaimana jika warung kopi atau yang kini lazim disebut kafe dijadikan sebagai tempat membahas berbagai persoalan kenegaraan dan isu politik yang sedang hangat bergulir? Bukankah itu suatu hal yang menarik?
Seperti yang dilakukan oleh para penggiat sosial dari beberapa gabungan lintas organisasi kepemudaan di Lhokseumawe, mereka luangkan waktu untuk ngopi dan diskusi realita politik terkini menjelang pelaksanaan Pemilu dan Pilkada serentak pada tahun 2024 mendatang.
Dalam diskusi ringan tersebut hadir pengurus GEMA (Gerakan Muda Aceh), Pengurus JASA ( Jaringan Aneuk Syuhada), dan Paralegal Lembaga Bantuan Hukum CaKRA dan beberapa Mahasiswa kota Lhokseumawe, pada Senin (12/6/2023) di Beje Coffe Kota Lhokseumawe.
Raja Kalkausar yang merupakan pengurus GEMA, mengatakan bahwa Aceh berbeda dengan provinsi lainnya, dimana momentum politik selain pertarungan Partai Nasional juga dihiasi oleh Partai lokal Aceh sehingga banyak keterwakilan Pemuda menghiasi bakal calon legislatif untuk tahun 2024.
“Mengingat Aceh merupakan serambi Mekah yang mempunyai kekhususan penerapan syariat Islam, jadi kita sangat berharap putra putri terbaik yang sukses dalam pertarungan politik nantinya yang menduduki singgasana kursi legislatif benar benar memperjuangkan syariat Islam secara kaffah bukan sekedar lip service semata,” pinta Raja.
Hal senada juga dilanjutkan Jubir JASA Aceh Datul Akbar, menjelaskan bahwa Aceh merupakan daerah yang memiliki keistimewaan, jadi sudah seharusnya bagi kita generasi muda untuk terus merawat kekhususan dan keistimewaan ini. Khususnya dalam kancah perpolitikan kita punya partai lokal.
“Maka partai lokal ini jangan sampai tergerus zaman, sebab partai lokal inilah yang membedakan Aceh dengan daerah-daerah lain. Seperti Partai Aceh misalnya, Karna jika kursi partai lokal sampai hilang di parlemen maka dikhawatirkan segala kekhususan yang melekat pada Aceh akan terbonsai satu persatu seiring hilangnya parlok, mengingat parlok juga bagian dari kekhususan itu sendiri,” ungkapnya.
Paralegal dari Yayasan Lembaga Bantuan Hukum CaKRA, Khairil Saddam, berharap momentum politik tahun ini benar benar bisa menjadi perubahan bagi Aceh khususnya agar menjadikan propinsi Aceh lebih baik kedepannya. Para calon legislatif yang bertarung tidak sekedar memberikan janji kampanye kepada masyarakat tapi jadikan kampanye sebagai bentuk pencerdasan berpolitik masyarakat.
Paralegal Cakra itu, juga mengajak para kontestan politik untuk meluruskan niat dalam berpolitik dan juga memahami cara berpolitik yang benar dan cerdas, agar tercapai tujuannya, yakni meraih kekuasaan untuk memperbaiki kondisi masyarakat dan bermanfaat bagi masyarakat Aceh nantinya.
“Begitu juga para pegiat sosial dari kalangan anak muda agar lebih sering melakukan diskusi seperti ini. Jika perlu
nantinya dibuatkan sebuah draf bersama untuk disampaikan ke publik. Ngopi sambil diskusi sangat bermafaat mengisi waktu luang ngopi sambil diskusi mengingat tahun ini adalah tahun politik,” tutupnya.