BIREUEN | Pemegang Saham PT Hansa Sativa Abadi (HSA) Syukri Baharuddin mempertanyakan proses penyelidikan Polres Bireuen terkait perkara dugaan pemalsuan dan penggelapan aset lahan milik perusahaan yang telah dikuasai mantan bupati Mustafa Gelanggang.
Syukri mengaku melaporkan perkara tersebut ke Polres Bireuen pada 24 Oktober 2022, nomor LP/B/244/X/2022/SPKT/Polres Bireuen/Polda Aceh 2022, dengan objek aset lahan milik perusahaan seluas lebih kurang 13 hektar di kawasan Gampong Blang Keutumba, Kecamatan Juli, Bireuen.
Namun selama proses berlangsung, ia hanya menerima pemberitahuan perkembangan hasil penyelidikan (SP2HP) dari penyidik sebanyak 3 kali yaitu di bulan November 2022, Februari dan Mei 2023. Setelah itu tidak ada pemberitahuan lagi.
Sampai anaknya Keumala Sari mendatangi Polres Bireuen pada pertengahan Januari 2024 lalu, untuk mempertanyakan perkembangan perkara. Salah seorang penyidik Briptu Rizka yang ditemui Keumala memberitahukan secara lisan, bahwa kasus tersebut sudah di SP2Lid atau dihentikan semantara. Saat itu pula Rizka meminta Keumala Sari untuk menghadirkan saksi ahli agar perkara bisa diselidiki lagi atau dibuka kembali.
Syukri mengutarakan, berdasarkan SP2HP terakhir, penyidik Satreskrim Polres Bireuen telah memeriksa pihak terlapor yaitu Muheru Nahari Khamisa selaku direktur PT HSA, Mustafa Geulanggang mantan Bupati Bireuen dan sejumlah pihak terkait lain.
Menurutnya, telah terjadi tindak pidana penggelapan dan penipuan aset milik perusahaan, akibat ulah Muheru yang mengaku sebagai direktur, padahal status direktur tersebut tidak sah secara hukum, karena pengangkatan direktur tidak melalui aturan yaitu persetujuan dari pemegang saham.
Kemudian, tanpa kesepakatan , Muheru telah melepas lahan milik perusahaan kepada Mustafa Geulanggang. Parahnya, dana hasil penjualan aset tersebut tidak masuk ke rekening perusahaan, dugaan sementara dana itu masuk ke rekening pribadi.
“Maka menurut saya Muheru tidak sah menjabat sebagai direktur, karena diangkat tanpa panggilan rapat ke pemegang saham termasuk saya, kemudian penjualan lahan perusahaan itu tidak melalui RUPS seperti yang tertera dalam pasal 102 ayat 1 Undang-undang nomor 40 tahun 2007, tentang persereon terbatas,” ucap Syukri Senin (5/2/2024).
Syukri mengaku mulai curiga dengan kasus tersebut setelah dirinya didatangi Mustafa Geulanggang di rumahnya di Gampong Hagu Selatan, Banda Sakti, Kota Lhokseumawe pada tahun 2010. Saat itu Mustafa meminta tanda tangan surat persetujuan menjual aset lahan tersebut. Namun Syukri tidak setuju, karena tidak sesuai aturan.
Selanjutnya, pada awal 2022 lalu, ia diundang hadir dalam RUPS di sebuah cafe dekat jembatan Cunda, Lhokseumawe tanpa notulensi dan tidak ada kesepakatan soal jual aset. Sampai diadakan rapat kembali di Royal Cafe di Lhokseumawe, saat itu Syukri tahu telah terjadi perubahan susunan perusahaan yaitu Muheru sudah menjabat sebagai direktur, kemudian dalam rapat itu Muheru menyampaikan lahan aset perusahaan di Blang Keutumba sudah menjadi milik Mustafa Geulanggang.
Untuk memastikan peralihan aset itu, kemudian Syukri menemui pejabat Badan Pertanahan Nasional (BPN) Bireuen, dan ditemukan fakta lahan itu sudah menjadi milik tiga orang, salah satunya adalah mantan Bupati Bireuen Mustafa Geulanggang.
Akibat kasus penggelapan ini, Syukri mengalami kerugian mencapai Rp 1 miliar lebih, dan dalam waktu dekat ia akan menghadirkan saksi ahli seperti yang diminta oleh penyidik Satreskrim Polres Bireuen.
“Saya juga nanti meminta kepada penyidik untuk memeriksa penjabat BPN, karena disitulah semua fakta dalam perkara ini akan terbuka,” pungkasnya.
0