Banda Aceh, Ketua Umum Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Arah Pemuda Aceh (ARPA) Eri Ezi merespon terkait maraknya Imigran Rohingya yang terdampar di provinsi Aceh. Baru-baru ini dilaporkan sejumlah 184 imigran terdampak di pesisir Peurelak Aceh Timur tanpa kapal pengangkut mereka.
“Aceh menjadi provinsi yang lemah dari pengawasan secara geografis jalur laut internasional, ini menjadikan Aceh sebagai tempat yang bebas transit dan tentunya hal itu berbahaya terhadap dampak internasional bagi negara ini Khususnya Aceh”, kata Eri kepada media, Minggu (2/4/2023).
Dirinya tidak mempersoalkan bahwa di Aceh imigran muslim tersebut masih diterima secara tangan terbuka, namun pihaknya menyayangkan bahwa para Imigran selalu tiba di bibir pantai Aceh melalui jalur laut tanpa terdeteksi radar oleh pihak yang berwenang.
“Tentunya ini masalah jika pengawasan laut Aceh lemah, akan banyak dampak negatif yang bisa mempengaruhi masyarakat Aceh secara budaya saat ini, baik itu politik, sosial, maupun nilai kemanusiaan yang akan mulai sirna”, terang Eri sembari melanjutkan.
“Sebab saat ini, masyarakat Aceh sudah kurang respek. Tentunya kehadiran mereka yang pertama kali yang kita pahamin atas kondisi kemanusiaan, namun sangat berbeda dengan kondisi saat ini yang sangat politis”, jelas Eri.
Dirinya menerangkan, bahwa kehadiran para imigran Rohingya bukan semata tujuan ke Aceh, melainkan ke negara tetangga, seperti Malaysia. Dan Aceh hanya dijadikan sebagai pintu laut menuju ke Malaysia.
“Tentunya bukan persoalan kemanusiaan lagi, tetapi disini juga melibatkan orang Aceh sendiri terlibat dalam human Trafficking atau perdagangan manusia, dan ini adalah berdampak kepada masyarakat kita yang secara tidak langsung melakukan perbuatan melawan hukum, dan itu sungguh tidak baik bagi keberlangsungan tujuan negara hukum”, terangnya.
Pemuda Aceh ini yang juga mantan aktivis LMND Aceh, tidak mempersoalkan terhadap kondisi kemanusiaan. Ia menyebut bahwa soal kemanusiaan tetap bahu-membahu saling membatu. Namun jika sudah politis, tentunya negara harus hadir memastikan baik secara hukum, politik, dan HAM sesuai dengan negara ini.
“Yang harus dipahamin, kemanusiaan kita di Aceh tetap tidak pernah purna dan sirna, karena itu kita adalah orang Aceh. Tetapi masalah yang utama, terkait tidak terindifikasinya kehadiran mereka oleh sistem pertahanan negara ini, ini bisa jadi dari lemahnya pengawasan pihak berwenang soal kondisi geografis jalur laut Aceh”, kata Eri.
Selain itu, Eri menyebut bahwa posisi melemahnya pengawasan jalur laut Aceh Alan ada pihak yang memanfaatkan sebagai tempat masuknya narkotika secara besar-besaran.
“Bahkan jika pengawasan ini lemah, sangat berpotensi menjadi ruang transit narkotika internasional secara besar-besaran dan tentu itu menjadi masalah yang lebih besar terhadap bangsa ini kedepan, hancur negara ini”, sebutnya.
Untuk itu, pihaknya mendesak negara untuk serius menanggapi persoalan itu. Termasuk mengevaluasi instansi-instansi yang berwenang lantara dianggap tidak serius dalam mengurusi Aceh secara kedaulatan pertahanan Negara.
“Ini menandakan bahwa kondisi strategis secara geografis laut Aceh memang tanpa pantauan pihak yang berwenang. Ini menjadikan Indonesia semakin melemah dan sangat mudah untuk diserang dari pihak tertentu dari luar”, tutup mantan Aktivis LMND tersebut.