Kontras.net – Nagari Sijunjung merupakan salah satu Nagari/Desa di Kecamatan Sijunjung,Kabupaten Sijunjung yang memiliki kekayaan alam, budaya yang sangat unik dan exotik sebagai bagian dari Kawasan Geopark Nasional Ranah Minang SIlokek memiliki satu perkampungan yang dinamakan ” Lorong Waktu Minangkabau” sebagai Cagar Budaya Nasional yang memiliki lebih kurang 76 Buah Rumah Adat yang berjejer rapi dalam satu kawasan perkampungan sekaligus menjadi Homestay yang bisa dihuni oleh wisatawan merupakan binaan langsung CSR BCA Jakarta.
Simaung merupakan salah satu wilayah religius,wisata agama dan merupakan kunjungan bagi jamaah yang berada di luar nagari,dan merupakan perkumpulan jama`ah syatariah yang hingga kini masih banyak dikunjungi para perziarah.
Di kawasan Tanah Bato, Nagari Sijunjung juga banyak terdapat rumah gadang yang diduga pemukiman awal berada di pinggir jalan. Di perkampungan ini terdapat beberapa suku yang dibagi menjadi dua yaitu suku induk dan anak suku yang berjumlah 9. Rumah gadang berfungsi sebagai simbol untuk menjaga dan mempertahankan sistem budaya matrilineal sekaligus penanda perkauman dalam kekerabatan.
Rumah gadang juga merupakan simbol ekologis yang terlihat dari tata pekarangan serta jenis tanaman yang ditanam.Begitu banyak cerita religius yang terdapat di nagari Sijunjuang salah satunya di komlek surau simauang, Nagari Sijunjuan. Syehk Malin Bayang merupakan seorang murid Syehk Ahmad yang memiliki padepokan di subarang sukam, kampung calun, Nagari Tapian Muaro.Dari kejadian tersebut banyak foklor yang ditemuka di daerah ini. Jenis foklor yang dijumpai di daerah ini adalah legenda, kepercayaan rakyat, dan makanan tradisional. Foklor yang ada di daerah ini diarsipkan oleh penulis agar khalayak umum dapat menikmati serta dapat memberikan hikmah bagi kehidupan.
Banyaknya jenis foklor yang ada di daerah ini sehingga penulisan hanya mengambil beberapa foklor yang dapat diarsipkan karena ceritanya yang menarik dan dapat memebrikan pelajaran bagi kehidupan manusia untuk kegiatan sehari-harinya.
Menambah wawasan juga menjadi latar belakang diangkatnya topik permasalahan ini. Dan ada dua foklor yang saya tulis kedalam artikel ini yang pertama tentang asal usul nama Sijunjung dan legenda buaya putih yang ada di kabupaten Sijunjung yang mana cerita tersebut masih dipercayai oleh masyarakat setempat.
Asal-usul nama desa Sijunjung ini berasal dari cerita secara turun temurun dari zaman dahulu.cerita ini ambil dari teriakan perempuan yang terjepit himpitan batu di Sungai Mananti yang diberi nama Siputi Junjuang yang sekarang dinamai dengan Sijunjung.
Desa ini menyimpan banyak destinasi menarik dan unik yang patut diacungi jempol. Sebab, beragam destinasi bagi pencinta kegiatan alam bebas tersaji di Sijunjung menurut cerita Angku Katib Rajo,dikenal dengan sebutan Puti Junjung. Puti merupakan sebutan untuk seorang perempuan bangsawan di Minang atau lebih akrab disebut dengan ‘Putri’.
Cerita asal-usul desa adat ini berlanjut dalam bahasa tutur secara turun temurun. Nama Sijunjung diambil dari hasil rapat yang digelar petinggi kampung dan ninik mamak sekitarnya.. Kebuntuan terkait nama terjawab saat suara perempuan minta tolong yang memecah keheningan. Suara itu berasal dari tepi Sungai Mananti.
Tak satu pun yang mampu menyelamatkan Siputi yang terjepit di himpitan batu. Perempuan ini dikenal dengan Si Niar, nama kebangsawanan Puti Junjuang.
Hanya Syech Amaluddin berhasil membebaskan Puti Junjuang yang terjepit itu. Peristiwa itu yang kemudian menjadikan Ninik Mamak (lembaga adat) sepakat menamakan daerah ini dengan Sijunjuang. Puti Junjuang itu yang dibuatkan patung yang ada didaerah ada perkampungan Sijunjung.
Menurut Angku Katib Rajo,beliau mendapatkan,informasi tentang Siputi Junjuang itu turun temuran secara lisan,karena cerita tersebut sudah lama terjadi.
Saya mengklarifikasi cerita prosa rakyat ini kedalam legenda,karena ini menurut informasi dipercayai oleh rakyat dan dianggap benar benar-benar terjadi.sebagai buktinya nama Sijunjung diambil dari nama Siputi Junjuang, tersebut masih ada sampai sekarang dan namanya tidak berubah sesuai dengan yang ada dicerita tersebut.
Legenda Buaya PutihDi Kanagarian Sijunjung hiduplah seorang Syekh yang bernama Malin Bayan. Beliau adalah pewaris sekaligus pengelola Surau Simawuang yang berlokasi di Nagari Sijunjung, Jorong Tapian Diaro, Lalan, Kecamatan Sijunjung, Kabupaten Sijunjung, Sumatera Barat.
Keseharian beliau adalah belajar dan mengembangan dakwah yang bersifat keagamaan. Dahulu kala, seorang ulama yang merupakan rekan dari syekh malin bayan memberi amanat yang dititipkan kepada syekh malin bayan berupa telur buaya. Telur tersebut dijaga dan dipelihara oleh syekh malin bayang.
Ketika telur itu menetas dan ternyata jenis buaya yang ada dalam telur tersebut adalah Buaya Putih. Buaya Putih tersebut lama kelamaan tumbuh besar. Syekh Malin Bayan berpesan kepada Buaya Putih tersebut agar tidak mengganggu penduduk yang menetap di Kabupaten Sijunjung. Setelah mendapat amanat dari Syekh Malin Bayan, Buaya Putih hidup menetap di Batang Sukam.
Sang Buaya Putih bertahan hidup di Batang Sukam, setiap kali cuaca hujan Buaya Putih selalu datang, tetapi kehadirannya tidak pernah menampakkan diri ke permukaan. Kehadiran Buaya Putih ditandai dengan derasnya air sungai yang meluap ketika cuaca hujan dan airnya pun tidak pernah surut atau kembali normal, itu menandakan kehadiran Buaya Putih disekitar sungai. Buaya Putih akan pergi meninggalkan tempat tersebut apabila diberi makanan berupa kambing atau ayam. Pantangan yang tidak boleh dilakukan ketika berada ditepi sungai, yaitu dilarang meletakkan kaki di ujung tepi sungai, apalagi sampai menyentuh permukaan air sungai yang dapat memancing Buaya Putih untuk melakukan hal yang berbahaya.