Jakarta, Kontras.net | Yayasan Apel Green Aceh menyerahkan petisi ke Dewan Perwakilan Rakyat Aceh, Gubernur Aceh dan Kapolda Aceh serta Lembaga Wali Nangroe Aceh, berisikan permintaan, menghentikan aktivitas perambahan di kawasan lindung gambut Tripa, & mencabut Hak Guna Usaha perusahaan PT. Surya Panen Subur (SPS 2) dan PT. Kallista Alam yang masuk dalam kawasan lindung gambut Tripa dan meningkatkan status hukum atas perlindungan lahan gambut.
Penyerahan petisi digelar di Kantor DPRA, Gubernur, Kapolda Aceh dan di Hotel Ayani kami berikan serta Lembaga Wali Nanggroe, terhitung satu bulan, petisi yang diluncurkan melalui hutanhujan.org tersebut telah mendapatkan dukungan lebih dari 65.043 orang dari 154 Negara.
Petisi pertama kali kita Berikan kepada Pemerintah Nagan Raya tanggal 20 Agustus di Suka Makmue dengan lebih dari 42.000 tandatangan.
Petisi kedua kepada Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan Aceh tanggal 2 September 2024 di Banda Aceh dengan 63.736 tandatangan dari 154 negara.
Penyerahan petisi ketiga kepada Majelis Adat Aceh Wali Nanggroe tanggal 2 September di Banda Aceh dengan lebih dari 65.000 tandatangan.
Penyerahan petisi keempat kepada Sekretariat DPRA di Banda Aceh tanggal 3 September 2024 dengan lebih dari 65.000 tandatangan.
Petisi kelima kepada Gubernur di Banda Aceh tanggal 3 September 2024 dengan lebih dari 65.000 tandatangan.
Penyerahan Petisi keenam kepada Kepolisian Daerah Aceh (Kapolda) di Banda Aceh tanggal 3 September 2024 dengan lebih dari 65.000 tandatangan.
Direktur Apel Green Syukur menuturkan, “Kami sangat berharap agar Dewan Perwakilan Rakyat Aceh, Gubernur Aceh, kapolda Aceh, dan Lembaga Wali Nangroe Aceh dapat mendengarkan suara kami untuk selamatkan Rawa Gambut yang tersisa 11.380,71 ha yang masuk kedalam Kawasan Lindung Gambut qanun tata ruang Nagan raya pada pasal 27, jika kita lihat bahwa kawasan rawa tripa dulu sangat lah luas yaitu 61.803 hektar, maka dari pada itu kami harap Pemerintah harus tegas melindungi kawasan rawa tripa tersisa harus dijadikan Konservasi lahan gambut atau Kawasan cagar budaya dan ilmu pengetahuan”.
Harapan senada juga disampaikan Direktur Selamatkan Hutan Hujan, Marianne Klute, menegaskan demi mengatasi perubahan iklim global, semua lahan gambut dan hutan rawa harus dilindungi. Karena tanpa perlindungan pasti, dunia tidak akan pernah mencapai tujuan iklimnya.
Marianne memaparkan Aceh memiliki tanggung jawab besar menyelamatkan dan restorasi hutan rawa gambut. Ia meminta Pemerintah Nagan Raya mengambil tanggung jawab ini dengan serius dan tidak mengorbankan keanekaragaman hayati, iklim, serta kehidupan generasi mendatang demi keuntungan atau reputasi.
“Sebagai bentuk partisipasi publik, Yayasan Apel Green Aceh dan Selamatkan Hutan Hujan menggalang petisi ini melalui kampanye ‘Selamatkan Hutan Hujan Indonesia’, yang mendesak Dinas lingkungan hidup dan kehutanan Aceh untuk mencabut HGU PT Kalista Alam dan PT Surya Panen Subur yang masuk dalam kawasan lindung gambut, sebagaimana diatur dalam Qanun Tata Ruang Nagan Raya,” jelas Marianne.
Marianne juga menyampaikan bahwa kami akan memberikan petisi ini ke beberapa Duta Besar Indonesia di Negara Benua Eropa, agar pemerintah Indonesia harus lebih berkomitmen dan membuka mata dalam menjaga Kawasan Lahan Basah.