Indonesia, Kontras.Net | Majelis Hakim Pengadilan Negeri Simpang Tiga Redelong Kabupaten Bener Meriah, Provinsi Aceh menjatuhkan vonis masing-masing 5 tahun penjara untuk tiga oknum anggota polisi Polres Bener Meriah. Baik kuasa hukum terdakwa maupun jaksa penuntut umum menyatakan pikir-pikir atas putusan tersebut.
Sidang lanjutan dengan agenda putusan kasus penganiayaan tahanan hingga tewas oleh oknum anggota Polres Bener Meriah digelar di ruang sidang utama PN Simpang Tiga Redelong, Kamis (15/9/22). Sidang lanjutan dipimpin ketua majelis hakim, Ahmad Nur Hidayat, SH MH, didampingi Fadilah Usman, SH dan Riki Fadillah, SH.
Dalam sidang pembacaan putusan dihadiri tiga terdakwa yakni Hari Yanwar, Chandra Rasiska dan Dedi Susanto bersama kuasa hukumnya Hj Hamidah.
Vonis hakim ini lebih ringan 1 tahun dari tuntutan JPU yakni 6 tahun penjara.
Jubir PN Simpang Tiga Redelong, Riki Fadillah, SH kepada awak media seusai persidangan mengatakan hasil musyawarah majelis hakim berdasarkan fakta persidangan terbukti secara sah para terdakwa telah melakukan penganiayaan yang menyebabkan kematian terhadap korban Saifullah sebagaimana diatur pasal 351 ayat 3 KUHP.
“Sehingga majelis hakim menjatuhkan hukuman 5 tahun penjara untuk para terdakwa,” ujar Riki Fadillah.
Ketika disinggung terkait tuntutan restitusi atau ganti rugi yang diajukan keluarga korban, majelis hakim berpendapat restitusi sesuai Peraturan Mahkamah Agung (Perma) nomor 1 tahun 2022, yang diajukan oleh keluarga korban tidak dikabulkan.
“Tadi sudah diputuskan terkait restitusi ini tidak dikabulkan atau dikesampingkan. Mengapa tidak dikabulkan? Karena pengajuannya tidak sesuai mekanisme sebagaimana yang telah ditentukan” ujarnya.
Menanggapi vonis hakim, penasehat hukum keluarga korban, Armia SB dan Zulfahmi yang datang menyaksikan sidang putusan bersama istri korban (saksi pelapor), Nilawati mengaku tidak puas dengan vonis tersebut. Ada beberapa pertimbangan hukum dan amar putusan yang menjadi catatan bagi pihaknya.
“Yang pertama tadi dinyatakan faktor meringankan karena telah mengabdi sebagai anggota kepolisian. Menurut kami ini tidak sesuai, karena seharusnya dengan status para terdakwa sebagai anggota kepolisian maka harus dihukum lebih berat. Dan itu ada aturannya seperti diatur dalam pasal 52 KUHP,” ujar Armia.
Pertimbangan hukum berikutnya yang dipersoalkan yakni terkait penerapan pasal penganiayaan biasa, bukan penganiayaan berat dalam kasus ini.
“Selanjutnya pertimbangan hukum terkait tuntutan restitusi. Hakim dalam pertimbangannya menolak tuntutan restitusi hanya karena persoalan teknis pengajuan tuntutan ganti rugi itu. Jelas-jelas tindakan para terdakwa ini menimbulkan kerugian yang luar biasa bagi keluarga korban,” kata Armia.
Atas pertimbangan hukum dan amar putusan majelis hakim ini, Armia menyebut pihaknya akan menyampaikan permohonan kepada Jaksa Penuntut Umum Kejari Bener Meriah untuk segera mengajukan banding.
Demikian juga terkait status anggota kepolisian para terdakwa, Armia berharap ketegasan pimpinan baik Kapolda Aceh maupun Kapolri. Armia menilai seharusnya dengan vonis hakim 5 tahun ini secara mekanisme sudah bisa dilakukan Pemberhentian Tidak Dengan Hormat (PTDH).
“Maka kami minta kepada bapak Kapolda Aceh tentu saja atas arahan bapak Kapolri untuk tidak mentolerir perbuatan oknum tersebut. Jika saat itu sudah dilakukan sidang etik, maka putusan ini bisa jadi novum atau pertimbangan lagi. Maka kita minta tiga terdakwa ini supaya segera dipecat dari anggota kepolisian” tegas Armia.
0